Blog ini saya dedikasikan untuk Ibunda tercinta yang telah wafat,semoga amal ibadahnya di terima oleh Allah dan di ampuni semua dosa-dosa dan kesalahannya. Cinta Kepada Allah. Adalah tujuan kami.Bagaimana kami bisa mencintai kalau kami tidak mengerti sedikitpun tentang cinta.Semoga kita termasuk golongan yang di cintai Allah.Dan semoga isi blog ini bisa bermanfaat.Amien.

Rabu, 23 Maret 2011

BEGITU BURUKNYA KITA MEMPERLAKUKAN ALLAH.....

Malam itu saya dan keponakanku, Shaka, sedang mencoba laptop baru dan kemampuannya berinternet. Sambil telungkup berdua, kami membuka situs Google Earth, sebuah situs yang memberikan layanan melihat globe (bola dunia) dari luar angkasa dan kemudian bisa melakukan zooming (memperbesar gambar) sampai gedung-gedung terlihat jelas.


“Shaka, coba kau cari posisimu di mana saat ini..” ujarku membuka pembicaraan.

“Waaaaah, kita jadi kecil banget ya Om, kalau di lihat dari luar angkasa……” Jawab Shaka sambil sibuk memutar-mutarkan globe bumi di layar laptop dengan jari-jarinya.

“Nah….. ketemu nih, Di sini kan Om ?” jawab ponakanku.

“Benar. Sekarang temukan posisimu di sisi pencipta dunia itu, maksudku temukan posisimu disisi Allah yang menciptakan Dunia itu…” Tanyaku melanjutkan.

Shaka yang baru saja naik kelas dua SMU bulan Juli kemarin terhenyak sejenak. Ia kebingungan menerima pertanyaan tersebut, apalagi menjawabnya.

“Aku tak tahu Om, beritahukanlah padaku. Om kan lebih ngerti…” pinta Shaka.

Seorang Guru Sufi pernah menasehati :
“Jika engkau ingin mengetahui kedudukanmu di sisi Allah, maka tengoklah di sisi mana engkau menempatkan Allah…”

Rasulullah SAW pernah bersabda :
“Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah, maka hendaknya memperhatikan bagaimana kedudukan Allah dalam hatinya. Maka sesungguhnya Allah menempatkan / mendudukkan hamba-Nya, sebagaimana hamba itu mendudukkan Allah dalam jiwa (hatinya)”.

Tahukah engkau, sering kali manusia menempatkan Allah di lorong gelap atau sudut-sudut sempit qalbunya. Suatu tempat di mana ia “terpaksa” mendatanginya hanya manakala ia berhajat/berkeinginan. Begitu buruknya Allah diperlakukan.

Aku telah membaca dalam kitab-kitab Allah yang dahulu. Allah telah berfirman : ‘Hai anak adam, taatilah perintah-Ku dan jangan engkau memberitahuku apa kebutuhan yang baik bagimu (Jangan engkau mengajari Ku apa yang terbaik bagimu). Sesungguhnya Aku telah mengetahui kepentingan hamba-Ku. Aku memuliakan siapa yang patuh kepada perintah-Ku, dan menghina siapa saja yang meremehkan-ku. Aku tidak menghiraukan kepentingan hamba-Ku, sehingga hamba-Ku memperhatikan hak-Ku (yakni kewajiban terhadap Aku)’

Tapi tetap saja manusia seringkali hanya memberikan “waktu sisa” kepada Allah. Sering kali juga manusia hanya memberikan sisa-sisa tenaga siang harinya untuk Allah. Semua perlakuan buruk terhadap Allah itu dilakukan dengan alasan kesibukan duniawinya mencari rezeki.

Janganlah engkau seperti itu! Kepada manusia, engkau bersembah sujud, karena berpikir manusia itulah yang memegang gajimu. Dan karena itu, engkau abaikan Sang Pemberi Rezeki. Padahal rezekimu yang berada di sisi Allah adalah lebih pasti, dibandingkan dengan rezeki yang sudah ada di genggaman tanganmu.

Janganlah engkau mengadukan kebutuhanmu kepada selain Allah, sebab Dia-lah yang mencukupi segala kebutuhanmu. Bagaimanakah mungkin mengadukan kepada selain Allah untuk mencukupi kebutuhanmu, padahal Allah-lah yang mencukupinya. Dan bagaimana mungkin orang yang tak cukup kuat mencukupi kebutuhannya sendiri (orang yang menggajimu), dapat mencukupi kebutuhan orang lain? Dia sendiri masih mengandalkan rezekinya kepada Allah.

Tidakkah engkau heran, bahwa banyak manusia yang mencoba berlari dari Allah. Meninggalkan Allah untuk kepentingan dirinya sendiri dan kepentingan duniawinya.

Sungguh aku tak habis pikir jika melihat ada orang yang selalu menghindar dari sesuatu yang sangat dibutuhkannya. Namun justru mereka mencari sesuatu yang selain-Nya, padahal ia tidak bisa lepas daripada-Nya (Allah)

Masih untung, Allah berbaik hati tidak memutuskan rezekinya padamu, setelah semua perlakuan burukmu kepada-Nya. Belumkah tiba saatnya bagimu untuk bersyukur ?

Sungguh, semua itu terjadi bukan karena butanya penglihatan, melainkan karena butanya pandangan batin di dalam dada. Karena itu Allah mendatangkan ilham spiritual kepadamu untuk menyelamatkanmu dari hal-hal duniawi dan membebaskanmu dari segala makhluk.

Engkau menjadi orang merdeka atas segala yang engkau kesampingkan, dan menjadi budak dari apa saja yang kau inginkan. Jika dunia yang kau cintai, maka engkau menjadi budak dunia dan mengesampingkan Allah. Sementara jika engkau mencintai Allah, maka engkau menjadi hamba Allah yang baik dan mengesampingkan dunia. Karena itu, keluarlah, keluarlah, keluarlah, anakku, dari kungkungan wujudmu menuju cakrawala luas pandangan batinmu….

Nah, kembali ke perlakuan buruk kepada Allah. Janganlah sekali-kali kau perlakukan Allah dengan sedemikian buruk. Tidak tahukan engkau siapa Allah ?

Bacalah kembali QS Al An’am : 91
“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya…”

Di dalam sebuah tafsir dijelaskan bahwa ayat tersebut bermakna “Mereka tidak mengenal Allah (me-makrifati Allah) sebagaimana seharusnya Dia dikenal.”
Mungkin inilah arti sabda Nabi SAW : “Aku tak bisa memuji-Mu sepenuhnya” (HR. Baihaqi)

Jika pujian seorang Rasul saja tidak dapat menggenapkan hak-hak Allah atas dirinya, maka apalah artinya pujianmu sebagai manusia biasa. Tidak kah kau merasa keterlaluan jika seorang manusia tidak memuji Allah, bahkan malah membuangnya ke sudut-sudut gelap lorong hatinya ?

Seorang sahabat Nabi, Afudhail bin Iyaadh ra., pernah berkata :
“Sesungguhnya seorang hamba dapat melakukan taat ibadat kepada Allah, hanya menurut kedudukannya di sisi Allah, atau menurut perasaan imannya terhadap Allah, atau kedudukan Allah di dalam hatinya. Jika engkau beranggapan bahwa Allah adalah segalanya, seyogyanya engkau membiarkan Allah ME-RAJA-I di dalam qalbumu, bukan membuang-Nya di sudut gelap hatimu.

Semoga Allah memberikan rahmat kepadamu, agar engkau dapat mengenal-Nya, menghormati-Nya, dan menempatkan-Nya pada posisi yang sepantasnya di dalam qalbumu. Amin Ya Robbal ‘Alamin…”

**********

MEDEKATLAH PADAKU UNTUK MENDEKAT SEBELUM AKU PAKSA TUK MENDEKAT

“Siapa tidak mendekat kepada Allah gara-gara halusnya kebaikan yang Dia berikan, maka ia akan diseret (supaya mendekat) dengan rantai cobaan” [Syaikh Ibnu Araby menulis dalam kitabnya ‘Al-Hikam’]

Seorang Guru Sufi Menasehati :

Anakku, Allah Maha Pengasih dalam segala suasana kepada hamba-Nya. Allah ingin agar hambanya menjadi orang yang shaleh dengan mendekatkan diri kepada-Nya. Maka diberikanlah rezeki kepada hamba-Nya dengan halus agar dia menyadari hadirnya rezeki dari Allah kemudian si hamba akan mendekat dan bersyukur. Rezeki bisa berbagai macam bentuknya, dapat berupa uang, keluarga (anak istri suami), pangkat, jabatan, karier,dan sebagainya.

Serta diberikan-Nya kesehatan secara gratis, agar si hamba mendekatkan diri dan menyukurinya.

Sayang tak semua bisa sadar akan hal itu. Kadang kesehatan berlangsung lama, rezeki melimpah, tetapi hal tersebut tak sanggup mengetuk hatinya untuk bersyukur dan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Maka jadilah ia orang yang tidak sadar akan kasih sayang Allah.

Sama halnya seperti orang yang bermimpi, ia tidak pernah sadar dirinya tidur. Kadang orang harus dibangunkan agar ia sadar dari mimpinya. Maha suci Allah dengan Al Latif-Nya (maha halus) sehingga kebaikan-kebaikan-Nya mengalir deras dengan sangat halus sehingga tak terasa oleh hamba-Nya.

Betapa tidak, bukankah manusia sering lupa kenikmatan tidur, sampai tidur tersebut harus dibeli berupa obat tidur, dan bukankah manusia sering lupa nikmatnya garam, sampai larangan dokter mencegahnya, atau sampai makan pun harus ditakar dan dibatasi jenisnya.

Tetapi, walau demikian, kasih sayang Allah begitu besar kepada hamba-Nya. Karena itu jika peringatan berupa kenikmatan kesehatan dan rezeki gagal membawa si hamba untuk mendekatkan diri kepada-Nya, maka Allah akan memakai cara lain, yaitu melalui bala’, bencana dan musibah yang bisa berbagai macam bentuknya.

Biasanya dengan cara ini manusia relatif dengan cepat menyadari kesalahannya dan kemudian secara cepat mendekatkan dirinya kepada Allah.

Tidak kah kau lihat anakku, ketika laut memperlihatkan keperkasaannya berupa tsunami, ketika bumi menggeliat dengan gempa 7 skala richter, dan ketika merapi mulai terbatuk-batuk. Maka seluruh manusia tersentak, bangun dari tidur lelapnya. Kepal-kepal tangan mulai terbuka, menjadi tangan yang memberi dan menerima. Kepala dan wajah mulai tengadah ke atas, dan doa-doa mulai membumbung ke langit.

Kenanglah kalimat ini anakku, siapa yang tidak suka menghadap (mendekat) kepada Allah dengan halusnya pemberian karunia Allah, maka ia akan diseret supaya ingat kepada Allah dengan rantai ujian (bala’)

Siapa yang tidak suka dan tidak sadar dzikir kepada Allah ketika sehat wal’afiat dan murah rezeki, maka akan dipaksa supaya berdzikir / ingat kepada Allah dengan tibanya bala’ bencana dan musibah.
Maka dalam kedua hal itu Allah berkenan akan menuangkan nikmat karunia yang sebesar-besarnya kepada hamba-Nya, yaitu kenikmatan memiliki keinginan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Nah Anakku, lihatlah, sebagian orang di bawa mendekati Allah dengan mudah, sedangkan sebagian yang lain di bawa mendekat kepada Allah dengan berdarah-darah.

Allah Maha Pengasih dalam segala situasi. Seruan-Nya muncul melalui bisikan yang halus dan lemah lembut maupun lewat sakit dan musibah.
Anakku, semoga engkau termasuk kepada golongan hamba yang bersyukur dan mendekatkan diri kepada-Nya sehingga Allah tak perlu menurunkan ujian bala bencana, sakit ataupun musibah untuk menyadarkanmu. Amin Ya Allah…


La Hawla Wala Quwwata Ilabillah

Tiada Daya Kekuatan Kecuali Dari Allah


Laa ma’buda illa allah

Tiada yang disembah kecuali Allah


Laa ma’suda illa allah

Tiada yang dituju kecuali Allah


Laa maujuda illa allah

Tiada yang maujud (berwujud) kecuali Allah


Ilahi, anta maksudi

Tuhanku, hanya engkau tujuanku,


Waridhokamatlubi

Dan hanya ridloMulah yang kucari,

A’tini mahabbataka wama’rifataka

Limpahkan Cinta dan Ma’rifatMu kepadaku


Laa ilaha illa allah

Tiada Tuhan kecuali Allah


Allahu Allah…

Allahu Allah…

(Vicky Robiyanto)

Sumber

Bila Allah Mencintai Hamba

"Siapa yang menyampaikan hadits pada ummatku, dalam rangka menegakkan sunnah, atau demi menghancurkan bid'ah, maka ia berada di syurga." (HR. Abu Nuaim dalam Al-Hiyah)

Para ahli syurga, dalam hadits mulia ini, adalah mereka yang terus menerus menegakkan Sunnah, membelah bid'ah, demi menuggalkan Allah Ta'ala, tawakkal kepadaNya, iman dan cinta kepadaNya.


Sebenarnya kekasih hati adalah Allah SWT. Bila Allah mencintai hambaNya Dia menampakkan rahasiaNya pada keagungan kekuasaanNya, dan Allah SWT, menggerakkan hatinya sebagai limpahan anugerahNya, Allah SWT, memberi minuman dari piala gelas cintaNya, hingga ia mabuk dari selain Dia, lalu dijadikannya berada dalam kemesraan, kedekatan dan kesahabatan denganNya, sampai ia tak sabar untuk segera mengingatNya, tidak memilih yang lainNya dan tidak sibuk dengan satupun selain perintahNya. Syeikh Abu Bakr al-Wasthy ra, berkata, "Posisi cinta lebih di depan dibanding posisi takut. Siapa yang ingin masuk dalam bagian cinta, hendaknya ia selalu husnudzon kepada Allah SWT dan mengagungkan kehormatanNya."

Diriwayatkan bahwa Allah SWT, memberi wahyu kepada Nabi Dawud as. "Hai Dawud, Cintailah AKu, dan cintailah kekasih-kekasihKu, dan cintailah Aku untuk hamba-hambaKu."

Lalu Nabi Dawud as, berkata, "Ilahi, Aku mencintaiMu, dan mencintai kekasih-kekasihMu, lalu bagaimana mencintaiMu untuk hamba-hambaMu?"

"Ingatlah mereka, akan keagunganKu dan kebaikan kasih sayangKu..." Jawab Allah SWT.

Dalam hadits disebutkan, "Bila Allah mencintai seorang hamba dari kalangan hamba-hambaNya, Jiril as, mengumumkan "Wahai ahlai lagit dan bumi, wahai kalangan wali-wali Allah dan para Sufi, Sesungguhnya Allah Ta'ala mencintai si fulan, maka cintailah dia."

Dlam riwayat Imam Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW :

"Apabila Allah Ta'ala mencintai hamba, maka Jibril mengumandangkan, "Sesungguhnya Allah sedang mencintai si fulan, maka cintailah dia. Lalu penghuni langitpun mencintainya, baru kemudian diterima oleh penghuni bumi."

Dalam satu riwayat Muslim dusebutkan:

"Apabila Allah Ta'ala mencintai hamba, maka Allah memangil Jibril dan berfirman ; "Sesungguhnya Aku mencintai si fulan maka cintailah dia". Kemudian Jibrilpun mencintainya, lalu Jibril mengumandangkan, :Sesungguhnya Allah sedang mencintainya, baru kemudian diterima oleh penghuni bumi."

Namun bila Allah Ta'ala membenci si fulan, maka Allah SWT mengundang Jibril dan berfirman, "Aku lagi membenci si fulan, maka bencilah ia..." Jibrilpun membencinya, kemudian mengajak kepada penghuni langit dengn mengatakan, "Sesungguhnya Allah sedang membenci si fulan, maka bencilah padanya. Lalu rasa benci itu diturunkan di muka bumi."

Abu Abdullah an-Nasaj ra, mengatakan, "Setiap amal yang tidak disertai cinta kepada Allah SWT, tidak bisa diterima."

"Siapa yang mencintai Allah SWT, maka Dia mengunjunginya dengan berbagai cobaan. Dan siapa yang berpaling dariNya dari lainNya, ia terhijab dariNya dan gugur dari hamparan para pencintaNya."

Abdullah bin Zaid ra, mengatakan, "Saya sedang bertemu dengan lelaki sedang tidur di atas salju, sementara di keningnya bercucuran keringat. Aku bertanya, "Hai hamba Allah, Bukankah sangan dingin!" Lalu ia menjawab, "Siapa yang sibuk mencintai Tuhannya, tak pernah merasa dingin." "Lalu apa tanda pecinta itu?" tanyaku. " Merasa nasih sedikit atas amalnya yang banyak, dan merasa meraih banyak walau mendapatkan sedikit karena datang dari Kekasihnya." jawabnya.

"Kalau begitu beri aku wasiat."
"Jadilah dirimu hanya bagi Allah, maka Allah Bekal bagimu."

Muhammad bin al-Husain ra, mengatakan, "Aku masuk ke pasar untuk membeli budak perempuan, Ku lihat ada budak perempuan yang sedang di ikat, dan pada kedua pipi tulipnya ada luka, yang terukir tulisan, "Siapa yang berkehendak pada kami, akan kami bangkrutkan dia. Dan siapa lari dari kami, akan kami goda dia."

Inilah, kataku, sebagaimana firman Allah Ta'ala pada hambanya, "Bila kalian semua mencariKu, maka Kulalaikan kalian dari selain diriKu, dan Kufanakan denganKu dari dirinya, hingga tidak tahu siapa pun kecuali diriKu."

Ada seseorang sedang mengetuk pintu kekasihnya, lalu ada suara dibalik pintu, "Siapa anda?"
"Aku adalah engaku."
"Ya, silahkan aku, masuklah."

AKu kagum dariMu dan dariku
Engkau fanakan diriku bersamaMu dari diriku
Engkau dekatkan diriku dariMu hinga
Aku menyangka Engkau adalah aku.

Haalatu Ahlil Haqiqah Ma'Allah (Syekh Ahmad Ar-Rifa'y)
Alih Bahasa : KH. Luqman Haqim MA.
Sumber

SEMATA-MATA KARENA CINTA


”Bagaimana kamu hari ini, wahai Haritsah?” Tanya Nabi SAW kepada sahabat Nabi ternama, Haritsah.
“Aku sungguh beriman, ya rasulullah” kata Haritsah.
“Apa buktinya?” tanya Nabi.
“Aku telah memalingkan jiwaku dari dunia ini. Itulah sebabnya di siang hari aku haus dan di malam hari terjaga, dan rasa rasanya aku melihat Arasy Tuhanku menghampiriku, dan para penghuni syurga sedang bersuka ria dan para penghuni neraka sedang menangis” ujar Haritsah.
Nabi SAW bersabda,” itulah seorang mukmin yang hatinya telah dibukakan ALLAH. Kau telah tahu Haritsah, maka camkanlah.”

Sikap Haritsah ini dalam terminologi Tasauf disebut Zuhud. Yaitu  menyingkirkan apa apa yang biasanya disenangi dan diinginkan hati, karena yakin ada sesuatu yang lebih baik untuk meraih DERAJAT yang tinggi di sisi ALLAH SWT.
Syeikh Abdul Samad Al Palimbani mengatakan bahawa ada tiga rukun kezuhudan. 1.   Meninggalkan sesuatu karena menginginkan sesuatu yang lebih baik lagi. 2.   Meninggalkan keduniaan karena mengharapkan  akhirat. 3.   Meninggalkan segala sesuatu selain ALLAH karena mencintai-NYA.
Untuk tingkat zuhud ini, Imam Ahmad Ibnu Hambal mengklasifikasikan tingkatan zuhud yakni: 1.   Zuhudnya orang orang awam ialah meninggalkan hal hal yang haram. 2.   Zuhud orang orang yang khawas (khusus) iaitu meninggalkan hal yang berlebih lebihan (al fudhul) meskipun barang halal. 3.   Zuhud orang Arif iaitu meninggalkan segala sesuatu yang dapat memalingkan daripada mengingati ALLAH.
Sementara Imam Al Imam Ghazali mengklasifikasi zuhud menjadi tiga peringkat yakni 1.   Tingkat terendah ialah menjauhkan dunia agar terhindar dari hukuman di akhirat. 2.   Tingkat kedua ialah mereka yang menjauhi dunia karena ingin mendapatkan imbalan  di akhirat. 3.   Tingkat tertinggi ialah zuhud yang ditempuh bukan lagi karena takut atau harap, tetapi semata mata karena cinta kepada ALLAH SWT.
Kalau teori tentang zuhud sudah jelas. Marilah berzuhud. 

Hikam Al Haddad : Mencintai Ahlul-Bait dan Menasihati Sebagian Mereka yang Menyimpang

[Al-Fushul al-Ilmiyyah wa al-Ushul al-Hukmiyyah, Sayyid Al-Imam Abdullah Al-Hadad.ra]

Ada sebagian orang yang apabila dikatakan kepada mereka bahwa si fulan-yang termasuk anggota ahlul-bait (keluarga dan keturunan Rasulullah Saw)-melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari agama atau mencampurbaurkan antara yang halal dan haram, mereka lantas berkata, "Biarlah, ia adalah seorang dari ahlul-bait. Rasulullah Saw. pasti akan ber-syafa'at1 untuk anak-cucunya, dan mungkin pula dosa-dosa yang bagai¬manapun tak akan menjadi mudarat atas mereka." Sungguh ini adalah ucapan yang amat buruk, yang menimbulkan mudarat bagi si pembicara sendiri dan bagi orang lain yang tergolong kaum jahil. Betapa seseorang akan berkata seperti itu, sedangkan dalam Al-Quran, Kitab Allah yang mulia, terdapat petunjuk bahwa anggota keluarga Rasulullah Saw. dilipatgandakan bagi mereka pahala amal baiknya, demikian pula hukuman atas perbuatan buruknya, yaitu dalam firman Allah:

Hai istri-istri Nabi, barang siapa di antara kamu melakukan per¬buatan keji yang nyata, dilipatgandakan baginya siksaan dua kali lipat dan itu adalah mudah bagi Allah. Barang siapa di antara kamu tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal saleh, kepadanya Kami beri pahalanya dua kali dan Kami sediakan baginya rezeki yang melimpah. (QS Al-Ahzab [33] 30-31)

Istri-istri Rasulullah Saw. adalah bagian dari keluarga rumah tangga beliau. Oleh sebab itu, siapa saja yang mengatakan atau mengira bahwa meninggalkan perbuatan ketaatan atau mengerja¬kan kemaksiatan tak mendatangkan mudarat bagi seseorang disebabkan kemuliaan nasabnya atau karena kebaikan amal serta pekerti leluhumya, orang itu sesungguhnya telah membuat dusta keji tentang Allah Swt. serta menyalahi ijmaa' (kesepakatan) seluruh kaum Muslim.

Namun, ahlul-bait Rasulullah Saw. memang memiliki kemuliaan khusus, dan beliau pun telah menunjukkan perhatiannya yang amat besar kepada mereka. Pada masa hidupnya, beliau berulang-¬ulang mengimbau agar umatnya mencintai dan menyayangi mereka. Dengan itu pula, Allah Swt. telah memerintahkan dalam firman-Nya:
Katakanlah wahai Muhammad, "Tiada aku minta suatu balasan melainkan kecintaanmu kepada kerabatku." (QS Al-Syura [42]: 23)


Oleh karena itu, sudah sepatutnya seluruh kaum Muslim me¬menuhi hati mereka dengan kecintaan dan kasih sayang kepada ahlul-bait serta menghormati dan memuliakan mereka, demi kekerabatan mereka dengan Rasulullah Saw, tanpa berlebih-¬lebihan dan sikap keterlaluan.

Selain itu, siapa saja dari kalangan ahlul-bait yang perilakunya menyamai atau hampir seperti perilaku salaf (leluhur) mereka yang saleh dan menempuh jalan mereka yang diridhai, maka ia adalah imam yang cahayanya dijadikan pelita penerang dan teladannya diikuti, seperti halnya para leluhur mereka yang berjalan di atas jalan hidayah. Sebab, dan merekalah imam-imam besar pada masa-¬masa lalu, seperti Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan dan Al-Husain (kedua cucu Rasulullah Saw). Juga, seperti Ja`far bin Abi Thalib (Al-Thayyar)2, Hamzah (Sayyid Al-Syuhada)3, demikian pula Abdullah bin 'Abbas dan ayahandanya, Al- Abbas(paman Nabi Saw), Imam Ali Zain Al-Abidin bin Husain4, Imam Muhammad Al-Baqir5 dan putranya, Imam Ja'far Al-Shadiq6 'alaihimus-salam, dan imam-imam lainnya dari ahlul-bait yang disucikan, dari yang terdahulu hingga keturunan mereka yang datang kemudian.

Adapun mereka yang berasal dari keluarga rumah tangga ahlul-bait ini, tetapi tidak menempuh jalan leluhur mereka yang disucikan, lalu mencampuradukkan antara yang baik dan buruk disebabkan kejahilannya, seyogianyalah mereka pun tetap dihormati sewajarnya, semata-mata disebabkan kekerabatan mereka dengan Nabi Saw. Namun, siapa saja yang memiliki ke¬ahlian atau kedudukan untuk memberi nasihat, hendaknya tidak segan-segan menasihati mereka dan mendesak agar mereka kembali menempuh jalan hidup para pendahulu mereka yang baik-baik, yang berilmu, beramal saleh, berakhlak mulia, dan ber¬perilaku luhur. Juga, menegaskan bahwa mereka sebenarnya lebih utama dan lebih patut berbuat seperti itu, dan bahwa ke¬muliaan nasab saja tak akan bermanfaat dan tak akan meninggikan derajat, selama mengabaikan ketakwaan, mencurahkan sepenuh perhatian pada dunia, meninggalkan amalan-amalan ketaatan, serta menistai diri dengan berbagai maksiat. Para ahli syair pun, apalagi para imam dan ulama, sering kali menandaskan makna ini seperti yang diucapkan seorang dari mereka:
Demi Allah, manusia hanyalah "putra" agamanya,
karenanya jangan meninggalkan takwa demi mengandalkan nasab.
Islam memuliakan Salman si orang Parsi,
sementara kemusyrikan menghempas Abu Lahab sang bangsawan.

Al-Mutanabbi berkata:
'Apabila jiwa sang bangsawan menyimpang dari leluhurnya, dada manfaat diperoleh walau tinggi kedudukannya."

Seorang penyair lain mengatakan:
Tiada berguna asal usul dari Hasyim, Bila jiwa dan semangatnya dari Bahilah.7

Pembicaraan tentang putra-putra para shalihin (di luar kalang¬an ahlul-bait) sama seperti pembicaraan tentang ahlui-bait juga. Maksudnya, siapa saja dari mereka yang menempuh jalan leluhur¬nya, maka ia pun seorang saleh seperti mereka, patut dimuliakan dan diharapkan barakah8-nya. Dan, siapa saja dari mereka yang menempuh jalan kejahilan dan kelengahan, hendaknya dinasihati dan dibimbing ke jalan kebenaran, juga dihormati sewajarnya, semata-mata demi mengingat para salafnya yang shalihin. Betapa tidak, sedangkan Allah Swt. telah berfirman tentang kedua orang anak kecil dan kebun peninggalan ayah mereka:
"Adapun tembok itu adalah kepunyaan dua anak muda yatim piatu di dalam kota; di bawah tembok itu ada harta kepunyaan keduanya dan ayah mereka seorang yang saleh. Maka, Tuhanmu ingin supaya mereka mencapai usia dewasa dan mengeluarkan hartanya sebagai rahmat dari Tuhanmu." (QS Al-Kahfi [18]:82)

Menurut sebagian ahli tafsir, ayah yang dimaksud dalam ayat ini ialah ayah mereka ketujuh dari silsilah ibu mereka. Kedua anak tersebut (berkat kesalehan ayah mereka) telah memperoleh penjagaan Allah dalam urusan duniawi mereka, apalagi-tentu¬nya-dalam urusan akhiramya.

Ketahuilah dan pahamilah. Letakkan segala sesuatu di tempatnya yang tepat dan berikan hak setiap orang kepadanya. Mintalah pertolongan Allah selalu, Anda akan beroleh kebaha¬giaan dan bimbingan. Sungguh, segala-galanya adalah milik Allah semata.

Hikam Al Hadad : Empat Kategori Orang Saleh dan Empat Kategori Kebalikannya

Manusia di dunia ini dapat dibagi atas empat kategori. Kebaikan dan kelurusan dunia bergantung pada kebaikan dan kelurusan sikap mereka pula.

Pertama, seorang ‘abid (ahli ibadah) yang mustaqim1, zahid2, menunjukkan perhatian sepenuhnya kepada Allah, ‘arif billah3 secara sempuma, dan memiliki kesadaran yang tajam dalam keberagamaan.

Kedua, seorang ulama yang memiliki pengetahuan mendalam tentang agama, berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah, menerapkan serta mengamalkan ilmunya, mengajari dan menasihati manusia, meme­rintahkan yang makruf dan mencegah yang mungkar, tidak ber­sifat plin-plan dalam urusan agama, dan tidak peduli pada kecaman siapa pun dalam membela ketetapan-ketetapan Allah Swt.

Ketiga, seorang penguasa yang adil, jujur, baik perilakunya, bersih jiwanya, dan lurus politiknya.

Keempat, seorang hartawan yang saleh, memiliki kekayaan yang besar dan bersih, membelanjakannya dalam amal-amal kebajikan, menggunakannya untuk menyantuni kaum lemah dan fakir miskin, dan memenuhi kebutuhan orang-orang yang dalam keadaan kesulitan. Ia tidak menyimpan dan mengumpulkan hartanya itu kecuali untuk tujuan-tujuan tersebut serta berbagai kebajikan dan santunan yang sejalan dengan itu.

Selain itu, di samping kategori manusia di atas, ada pula orang­-orang yang tampaknya serupa dengan mereka dalam keadaan lahiriahnya, tetapi tidak sesuai dengan hakikat sebenarnya. Maka, di samping si 'abid yang mustaqim, ada orang yang berlagak seperti seorang shufi4 yang mencampuradukkan dan mencurigakan. Di samping ulama yang mengamalkan ilmunya dengan jujur, ada ulama yang durjana dan munafik. Di samping penguasa yang adil dan bijak, ada penguasa tiran yang selalu menyimpang dan ke­benaran dan tak becus memimpin dan memerintah. Di samping hartawan yang saleh, ada hartawan zalim, yang mengumpulkan kekayaan dengan cara yang tidak halal, mengelak dan kewajiban­nya, serta membelanjakannya dalam hal-hal yang tidak sepatutnya.

Orang-orang jahat seperti itu menyebabkan kerusakan dan keguncangan kehidupan dunia, kekacauan ihwal manusia, dan penyimpangan mereka dan arah yang benar. Namun, semuanya kembali kepada Allah SWT jua. Di tangan-Nyalah segala kerajaan. Mahasuci Dia, Yang Maha Esa lagi Berkuasa, Raja Yang Maha Pemberi, Yang mewujudkan segala sebab atas perkenan-Nya. Demi kehendak-Nya, tiada tuhan kecuali Dia, dan kepada-Nyalah segala sesuatu akan kembali.

Wa min Allah at taufiq hidayah wal inayah, wa bi hurmati Habib wa bi hurmati fatihah!!

Keterangan:
1. Mustaqim; lurus dan lapang. Orang yang ber-istiqomah, yakni senantiasa bersikap lurus sesuai dalam agama.
2. Zahid; orang yang berzuhud, yang meninggalkan kecenderungan kesenangan duniawi yang bersifat sementara (fana’-semu).
3. ‘arifbillah; orang bijak yang memperoleh makrifat , yakni pengetahuan mendalam tentang Allah SWT dan alam semesta, atas perkenan Allah Swt dan sebagai anugerah khusus dari-Nya.
4. Shufi; ahli tasawuf, yakni ilmu yang mencari kebenaran hakiki dan pendekatan diri kepada Allah Swt dengan berbagai amalan, iabdah, zikir, renungan dsb.

Hikam Al Hadad: Masalah Thariqat

Risalatul Murid, Sayyid Al-Imam Abdullah Al-Hadad.ra
Dorongan bathin untuk menuju ke jalan Allah, ketahuilah bahwa jalan yang pertama-tama harus ditempuh adalah mengeluarkan dorongan yang kuat dihati untuk berminat dan mengajak untuk menuju Allah Ta'ala dan menuju jalan ke Akherat, serta menomor duakan dunia, dari segala yang biasanya dikejar manusia kebanyakan.
Seperti mengumpulkan menumpuk kekayaan, bersenang-senang menurut hawa nafsunya, serta bermegah-megahan, dalam tindakan dan kemewahannya.
Dorongan ini merupakan rahasia-rahasia Tuhan yang dilimpahkan ke dalam hati hamba-Nya, itulah yang dikatakan inayah Tu han dan tanda-tanda petunjuk-Nya, sering inayah serupa di limpahkan ke dalam hati hambanya dikala dalam ketakutan atau menggembirakan atau timbulnya kerinduan terhadap Zat-Nya, ataupun ingin mengadakan pertemuan dengan para wali Allah, atau sewaktu mendapatkan nasehat atau pandangan dari mereka. Adakalanya dorongan tersebut tanpa ada sesuatu sebab tertentu
Adapun cita-cita untuk-mendapatkan dorongan serupa itu, memang diharuskan dan digalakkan. Akan tetapi bercita-cita saja tanpa berusaha untuk meningkatkan dan mendapatkannya, itu satu keputusan yang bodoh, yang menunjukkan orang yang berharap atau bercita-cita saja tanpa amal, sangat bodoh sekali, bukanlah Rasul pernah bersabda ;

Sesungguhnya Tuhan telah menyediakan berbagai kelimpahan pada setiap manusia, maka hendaklah kamu menuntutnya.

Siapa yang telah mendapatkan penghargaan dari Allah Rabbul Alamin dengan dorongan yang Mulia ini, hendaklah ia menyediakan dirinya pada tempat yang sesuai. dan hendaklah ia tahu bahwa karunia Allah Ta'ala ini, adalah nilai yang paling tinggi di antara nikmat-nikmat yang lain. Dan tak dapat dinilai derajatnya, dan tidak dapat dibandingkan dengan apapun. Kesyukuran atas nikmat-Nya, maka hendaklah melipatgandakan kesyukuran-mu terhadap Allah Ta'ala atas nikmat yang besar yang telah diberikan kepadamu. Dipilih dan diutamakan diantara orang-orang yang setaraf dengan rekan-rekan yang berjuang yang telah mendapatkan nikmat.
Sangat banyak orang-orang Islam yang sadar mencapai usia delapan puluh tahun atau lebih akan tetapi ia masih belum dikaruniakan dorongan serupa dan hatinya tidak pernah terketuk oleh rahasia bathinnya

Setiap murid harus rajin berusaha untuk meperkokoh, memelihara dan menuruti ajakan dorongan bathin tersebut. Cara untuk memperkokohnya ialah dengan memperbanyak mengingat Allah Ta'ala (dzikir), merenung dan memperhatikan segala kekuasaan Allah Ta'ala, dan senantiasa dekat dan berdampingan dengan wali Allah. Cara lain memeliharanya dengan menjauhkan diri dari berkumpul bersama-sama orang-orang yang tidak bermanfaat dalam agama, dan menjauhkan segala was-was dan tipu daya syaitan. Yang terakhir dengan cara menuruti ajakannya ialah berlomba-lomba kembali kejalan Allah, berlaku benar dalam menghadapi segala perintah-Nya, tidak bermalas-malasan dan tidak menunda-nunda serta tidak pula melambat-lambatkannya.

Bahkan apabila sampai pada masanya hendaklah ia menunaikan, dan apabila terbuka pintu kebajikan hendak­lah ia masuk tanpa banyak berpikir, dan apabila diseru untuk berbakti hendaklah bergegas, dan tidak tanggung-tanggung, hendaklah ia berhati-hati atas ucapan besok atau lusa, sebab yang demikian itu adalah hasutan syaitan. Malah hendaklah ia terus-menerus mengerjakan segala amal baik itu dengan segera, tidak ditangguh-tangguhkan atau mencari-cari alasan karena tidak ada waktu, atau belum masa­nya untuk beramal dan sebagainya.

Berkata Abur Robi' Rahimahullah, tujukan dirimu ke jalan Allah dalam keadaan tampan atau cacat diri, jangan sekali-kali menunggu waktu sehat saja, karena menunggu waktu sehat itu adalah merugikan.

Berkata Ibnu Atha' dalam kitabnya Al-Hikam menangguh-nangguhkan sesuatu pekerjaan sehingga ada peluang, menandakan kebodohan jiwa